Menarik Untuk Dibaca

KASUS ALVEOLEKTOMI

LAPORAN KASUS ALVEOLEKTOMI Seorang pasien perempuan berusia tahun datang ke RSGMP dengan keluhan ingin membuat gigi tiruan penuh pada rahang atas dan bawah . Dari pemeriksaan subjektif didapatkan bahwa pasien tidak memiliki kelainan penyakit sistemik dan alergi obat. Pada hari pertama datang, pasien dirujuk ke bagian prosthodonti untuk mem e riksakan apakah pembuatan gigi tiruan bisa dilakukan atau tidak. Pada pemeriksaan intraoral terlihat adanya penonjolan pada tulang tepatnya di ridge alveolar pada regio gigi 43 . Sewaktu di palpasi didapat adanya rasa sakit, runcing dantajam . Berdasarkan hasil pemeriksaan pasien mempunyai eksostosis pada ridge alveolar pada regio gigi 44 , yang dapat mengganggu pada pembuatan gigi tiruan. BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar  Belakang Seseorang akan menggunakan gigi geligi permanen seumur hidupnya. Namun, gigi dapat hilang karena berbagai faktor penyakit gigi yaitu karies dan penyakit periodontal, atau proses penuaan

Laporan Kasus Odontektomi (TINJAUAN PUSTAKA +Komplikasi Impaksi)

2.4       Komplikasi Impaksi

Gigi bungsu impaksi, dapat terjadi tanpa gejala atau hanya menimbulkan rasa nyeri tumpul pada rahang, yang menyebar sampai ke leher, telinga dan daerah temporal(migrain). Hal itu terjadi akibat penekanan gigi pada nervus alveolaris inferior yang terletak didekatnya.Gigi impaksi yang tidak ditangani dengan baik, dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti karies dentis, infeksi dan pembentukan kista atau tumor (Rahayu, 2014).

1.      Karies Dentis

Baik molar kedua (Gambar 4a), maupun molar ketiga (Gambar 4b), rawan mengalami karies dentis karena pada daerah tersebut mudah terjadi retensi sisa makanan dan sulit dibersihkan. Hal tersebut menyebabkan dekalsifikasi enamel, dentin, dan kemudian menyebabkan kerusakan yang luas sehingga menembus atap pulpa. Peradangan pulpa atau pulpitis dapat terjadi akut dengan keluhan nyeri hebat berdenyut, namun dapat pula berlangsung kronis dan keluhan nyeri hanya muncul bila terkena rangsang dingin atau saat kemasukan makanan. Lambat laun, pulpa gigi menjadi non-vital yang disebut gangren pulpa (Rahayu, 2014).

Gambar 4.  Karies dentis pada molar ke-dua yang terjadi karena desakan gigi bungsu yang impaksi (4a).Karies dentis pada gigi bungsu (molar ke-tiga) yang impaksi sebagian, akibat terbentuknya celahyang terisi sisa makanan dan sulit dibersihkan (4b) (Sumber: dimodifikasi dari AAOMS, Still dan  Stenhouse)

Sebagaimana gigi gangren lainnya, gigi bungsu gangren dapat merupakan sumber infeksi yang kronis danmenyebar secara hematogen ke organ tubuh lain yang jauh letaknya. Kondisi tersebut akan berlangsung terus menerus selama gigi gangren tidak ditangani dengan baik.

  1. Infeksi Perikoronal

Pada keadaan normal, operkulum yaitu mukosa gingiva yang meliputi benih gigi yang sedang dalam proses erupsi, secara fisiologis akan membuka, lambat laun atrofi dan menghilang, sehingga memungkinkan gigi untuk muncul di rongga mulut. Pada gigi bungsu yang mengalami impaksi parsialis, operkulum menetap dan celah dibawah operkulum menjadi tempat akumulasi debris yang menjadi media sempurna untuk pertumbuhan kuman anaerob. Operkulum juga dapat mengalami trauma gigitan dari molar ketiga rahang atas yang sudah erupsi sehingga terjadi ulkus. Ulkus dapat merupakan pintu masuk kuman sehingga terjadi operkulitis yaitu infeksi operkulum seputar korona gigi (Gambar 5a). Infeksi dapat meluas ke daerah perikoronal yaitu seluruh mukosa sekitar korona gigi, atau disebut perikoronitis (Gambar 5b).


Gambar 5. Operkulitis. Operkulum yang tidak mengalami atrofi sempurna mudah terinfeksi dan menjadi operkulitis (5a). Gigitan oleh molar ke-tiga rahang atas memudahkan pembentukan ulkus yang menjadi pintu masuk infeksi yang selanjutnya menjadi operkulitis. Bila infeksi meluas ke daerah perikoronal akan terjadi perikoronitis (5b). Operkulitis atau perikoronitis dapat berlanjut, menjadi abses perikoronal (5c dan 5d). (Sumber: dimodifikasi dari AAOMS, Still dan  Stenhouse)

Gejala khas abses perikoronal berupa nyeri hebat dan trismus parsialis bahkan totalis yaitu penderita tidak bisa membuka mulut sama sekali akibat spasme muskulus pembuka/penutup mulut. Penderita sulit membersihkan gigi dan mulutnya, sehingga timbul halitosis. Keadaan umum penderita diperburuk oleh kesulitan mengunyah dan menelan. Sering tampak pembengkakan ringan sampai sedang pada pipi yang berdekatan dengan gigi bungsu penyebab (Archer, 1974; Rahayu, 2014)

3.      Abses

Keadaan umum penderita yang menurun, dapat menyebabkan abses perikoronal mudah menjalar ke daerah peritonsilar/parafaringeal (Gambar 6a), menjadi abses peritonsilar atau abses parafaringeal yang dapat menyumbat jalan nafas (Gambar 6b). Obstruksi total dapat terjadi bila terjadi infeksi bilateral dan hal itu merupakan kegawat-daruratan medik yang mengancam jiwa (Rahayu, 2014).

Infeksi juga dapat menjalar menjadi abses fasialis dan abses submandibularis (Gambar 6e). Abses perikoronal selanjutnya dapat meluas menjadi selulitis masif pada ruang submandibular, submental, sublingual yang dapat terjadi bilateral sekaligus, dan disebut disebut angina Ludwig (Gambar 6f). Keadaan itu sangat mengancam jiwa karena dapat terjadi sepsis, jalan nafas tersumbat, trismus totalis, sulit makan, sulit menelan, febris dan dehidrasi berat. Infeksi perikoronal dapat berlangsung terus menerus, kronik tanpa gejala akut, tetapi menjadi fokus infeksi. Secara hematogen, bakteri menyebar secara progresif mengikuti aliran darah menimbulkan infeksi sistemik atau menginfeksi bagian tubuh lain seperti jantung mengakibatkan endokarditis, ke ginjal menyebabkan nefritis, bahkan ke intrakranial menjadi trombosis sinus kavernosus (Gambar 6d) yang dapat menimbulkan kematian.

Gambar 6. Skema penjalaran infeksi dari daerah perikoronal ke arah peritonsilar/parafaringeal, menyebabkan abses peritonsilar (6a) atau abses parafaringeal (6b). Skema penjalaran infeksi menjadi abses fasialis dan abses submandibularis (6c). Skema penjalaran infeksi dari gigi secara hematogen ke intrakranial (6d). Pasien dengan infeksi yang meluas menjadi abses fasialis dan abses submandibularis (6e) atau angina Ludwig (6f). (Sumber: Gambar 6a-6d dimodifikasi dari Archer. Gambar 6e-6f: Rahayu – Departemen Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut FKUKI, 2014)

4.      Kista atau tumor

Benih gigi yang tumbuh tak sempurna juga dapat menjadi tumor. Secara fisiologis, setiap benih gigi diselubungi oleh kantung yang akan menghilang apabila erupsi berlangsung normal. Pada gigi impaksi totalis, kantung tersebut dapat mengalami degenerasi kistik, menjadi kantung patologis berisi cairan, disebut kista dentigerous atau kista folikular (Gambar 7a). Pembesaran kista pada rahang mengakibatkan destruksi tulang. Kista juga akan menghuni dan membuat rongga luas dalam tulang (Gambar 7b). Hal itu akan menimbulkan asimetri wajah, dan dapat pula menyebabkan fraktur rahang patologis. Kista dentigerous yang terbentuk oleh impaksi totalis gigi bungsu atas, bahkan dapat dengan bebas mengisi sinus maksilaris, menembus dinding lateral sinus sehingga menimbulkan benjolan pada pipi (Rahayu, 2014).

 


Gambar 7. Kista dentigerous yang mengalami degenerasi kistik dari kantung benih gigi yang tidak menghilang pada gigi impaksi totalis (7a, 7b). Kista radikular/periodontal yang terbentuk di daerah akar gigi (7c). (Sumber: dimodifikasi dari AAOMS, Still dan  Stenhouse)

Kista dentigerous bahkan dapat berkembang menjadi tumor yaitu ameloblastoma (Gambar 8a dan 8b). Ameloblastoma dapat membesar, merupakan massa jaringan fibrous yang padat dan mendesak gigi geligi di sekitarnya sehingga lengkung rahang berubah. Mengingat sifat neoplasma tersebut yang secara klinis ganas pada daerah yang terbatas, diperlukan perawatan radikal berupa reseksi rahang (blok/parsial/total), sekaligus odontektomi gigi bungsu yang impaksi totalis tersebut.


Gambar 8. Gambaran klinis ekstra-oral ameloblastoma mandibula sinistra, tampak pembengkakan di daerah mandibula kiri (8a). Gambaran klinis intraoralnya, lengkung rahang berubah dari bentuk U menjadi V (8b). (Sumber : Rahayu Departemen Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut FKUKI, 2014)

Perubahan degenerasi kistik menjadi kista dentigerous dan ameloblastoma tidak menimbulkan komplikasi yang mengancam jiwa karena pertumbuhannya yang lambat,. Pada gigi  impaksi parsialis yang mengalami karies profunda dan menjadi gangren pulpa, dapat pula terbentuk kista pada ujung akar gigi yaitu kista radikularatau disebut pula kista periodontal (Gambar 7c).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka komplikasi gigi bungsu impaksi paling sering terjadi pada impaksi parsialis dibandingkan impaksi totalis. Pasien biasanya mencari pengobatan apabila telah timbul gejala yang berat akibat infeksi akut atau benjolan kista/tumor yang menyebabkan perubahan bentuk (asimetri) wajah (Rahayu, 2014).

Comments

Baca Juga

KASUS ALVEOLEKTOMI

13 PENYEBAB BAU MULUT (HALITOSIS)

SCALLOPED TONGUE ATAU LIDAH BERLEKUK-LEKUK

Ini Dia Ciri- Ciri Orang Pintar , Apakah Kamu Salah Satunya

ANDA HARUS TAU SELURUH GIGI BAKAL RUSAK HANYA KARENA SATU GIGI HILANG

Laporan Kasus Odontektomi (LAPORAN KASUS )

SIKAT GIGI YANG BAIK UNTUK MEMBERSIHKAN GIGI

Cara menghilangkan jerawat secara alami

FISSURED TONGUE OR LIDAH BERFISURRE

ULKUS TRAUMATIKUS DAN SAR MINOR