2.8 Penatalaksanaan
Orang seringkali tidak menyadari memiliki gigi
bungsu yang impaksi totalis maupun parsialis karena
asimtomatik, tidak ada gejala sama sekali. Banyak pasien
terkejut ketika diberitahu mempunyai gigi impaksi, namun
merasa tidak memerlukan tatalaksana. Gigi impaksi
tersebut biasanya ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan klinis dan radiografis saat memeriksakan
gigi/mulut. Dari pemeriksaan foto dental dan atau
panoramik seorang spesialis bedah mulut dapat
memprediksi gigi tersebut akan mampu erupsi sempurna
atau tidak, dan merencanakan tatalaksana sesuai
indikasi.Tatalaksana dapat berupa tindakan dengan pembedahan
atau tanpa pembedahan
(Rahayu, 2014).
2.8.1 Tanpa Pembedahan
Seseorang dapat hidup
dengan gigi impaksi baik partialis maupun totalis tanpa mengalami gangguan.
Pada gigi bungsu impaksi partialis, bersih, asimtomatik, tindakan odontektomi
masih dapat ditunda atau bahkan dihindari. Bila diputuskan demikian, perlu
ditekankan kewaspadaan berupa upaya perawatan pribadi yang lebih cermat dengan
menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan baik, serta melakukan pemeriksaan
rutin gigi geligi. Pada gigi bungsu yang
mengalami impaksi totalis, pasien dianjurkan waspada terhadap kemungkinan
terjadi degenerasi kistik kantung folikel gigi (dental sac). Pasien dianjurkan secara
berkala datang ke dokter spesialis bedah mulut yang akan memantaunya dengan
membuat foto dental setiap 1-2 tahun sekali agar kista dentigerous yang mungkin
terjadi dapat dideteksi awal (Rahayu, 2014)
2.8.2 Dengan Pembedahan (Odontektomi)
Sebagaimana pembedahan pada
bagian tubuh lain,perlu diwaspadai penyakit sistemik khususnya pada
pasiendewasa tua seperti gangguan metabolisme, penyakit sistemkardiovaskular,
dan obat yang sedang diminum contohnya aspilet. Bila ada infeksi, maka infeksi
harus dihilangkanlebih dahulu (Rahayu, 2014).
1.
Operkulektomi
Tindakan bedah yang dilakukan tergantung pada
jenis kasus, mulai dari tindakan sederhana seperti
operkulektomi dengan kauter yaitu pengangkatan
operkulum yang menutupi
gigi yang diprediksi dapatmuncul ke permukaan gingiva
(Archer, 1974; Rahayu, 2014).
2.
Odontektomi
Tindakan yang radikal adalah odontektomi, yaitu
pengangkatan gigi impaksi dengan pembedahan. Odontektomi dengan anestesi lokal,
dapat dilakukan pada pasien yang kooperatif, dan cukup dirawat jalan. Pada
pasien dengan tingkat ansietas tinggi, diberikan anestesi lokal ditambah sedasi
sadar, atau dengan anestesi umum. Anestesi umum khususnya diberikan pada kasus
impaksi yang sangat sulit, atau pada pasien yang tidak kooperatif, seperti
penderita gangguan mental. Pasien harus dirawat inap dan diberikan premedikasi
seperlunya pada pra-bedah dan saat pemulihan pasca bedah. Pada beberapa pasien
ketika mengetahui memiliki gigi bungsu impaksi, secara spontan menghendaki
odontektomi walaupun tanpa keluhan. Hal tersebut ditujukan untuk menghindari
kemungkinan komplikasi yang mungkin timbul kelak. Tindakan profilaksis tersebut
dikenal dengan odontektomi preventif odontektomi jauh lebih sulit dan berisiko
lebih tinggi bila dilakukan pada gigi impaksi totalis-vertikal dibandingkan
dengan gigi impaksi parsialis-horisontal (Friedman, 2007).
Tindakan odontektomi lebih mudah dilakukan pada
pasien usia muda saat mahkota gigi baru saja terbentuk, sementara apeks gigi
belum sempurna terbentuk. Jaringan tulang sekitar juga masih cukup lunak
sehingga trauma pembedahan minimal, tidak mencederai nervus atau jaringan
sekitar. Odontektomi pada pasien berusia diatas 40 tahun, tulangnya sudah
sangat kompak dan kurang elastis, juga sudah terjadi ankilosis gigi pada
soketnya, menyebabkan trauma pembedahan lebih besar, dan proses penyembuhan
lebih lambat. Odontektomi kadang-kadang
perlu dilakukan pada dewasa tua, misalnya bila gigi impaksi tersebut
diperkirakan akan mengganggu stabilisasi gigi tiru yang akan dipasang. Selain
itu, spesialis bedah mulut kadang-kadang menerima rujukan pasien dari spesialis
ortodonsia agar mencabut gigi bungsu yang impaksi. Tindakan itu dimaksudkan
agar gigi geligi yang akan ataupun yang sudah diatur posisinya tidak kembali
malposisi karena desakan gigi yang impaksi (Friedman, 2007; Rahayu, 2014).
Tindakan odontektomi harus dilakukan pada gigi
bungsu dan molar kedua yang gangren pulpa serta pada kasus infeksi perikoronal
yang berulang agar tidak timbul kedaruratan medik. Odontektomi disertai
enukleasi kista dan kuretase tulang sekitarnya dilakukan pada kasus kista
dentigerous dan kista radicular (Friedman, 2007; Rahayu, 2014).
Comments